Petang menjelang, susana Jogja malahan semakin semarak. Maklum, menjelang ulang tahun kota, wong hari biasa saja sering banget lihat atraksi budaya di Jogja. Belum lama pas nangkring malam di angkringan malah disuguhi atraksi Bregada Daeng (=prajurit keraton) sedang mengiring prosesi adat peresmian patung, lengkap dengan mbakyu-mbakyu ayu berkebaya pembawa kendi dan gunting. Ditambah lagi karnaval anak dan remaja berkostum lucu yang biasanya bergantian tiap kecamatan, bergiliran mentas di jalanan kota sambil mendorong kreasi properti yang dihias menyerupai mobil, tank, meriam, patung lan sakpiturute. Kadang kuping saya sampai panas saking seringnya dengar klonengan karawitan atau keroncongan di pendopo UNY yang sampai jam 9 malam masih belum mau senyap. Tapi yang paling berkesan buat saya adalah beberapa minggu lalu saat ketemu rombongan sapi berhias yang baru pulang dari festival pedati. Klonang kloneng bunyi genta terdengar nyaring mengiringi langkah kaki sapi-sapi berpantat gemulai. Haha.. itulah asiknya tinggal di Jogja, asal kaki berkenan melangkah keluar rumah, tiap hari bisa ketemu hiburan.
Sore ini kami mampir di warung tenda, aslinya tanpa bermaksud melanjutkan edisi war-ten the series lho ya hehehe..Kalau sudah beberapa hari tidak makan ikan kok rasanya tuh gimana gitu, badan rentek-rentek, hati terasa kosong, makan apapun di lidah ga ada yang pas. Jiaaah.. mungkin ini yang namanya ketagihan makan ikan hahahaha.. Padahal ya mung cuma ikan gitu lho. Akhirnya kami melipir ke Warung Tenda Seafood Pak Timbul. Lokasinya di Jalan Mayjen Sutoyo Jogja, sebelah baratnya pojok beteng wetan kraton. Kali terakhir saya datang kesini adalah pas saya lagi hamil denok usia kandungan tiga bulan. Baru membuka pintu & kaki belum menyentuh aspal saya sudah muntah-muntah ga karuan. Mungkin karena eneg dengan aroma masakannya dan merasa jijik melihat ada penampungan sampah warga sekitar 10 meter jaraknya dari tenda.
Petang ini saya tak lagi melihat bak ukuran 1 meter persegi itu, sudah hilang rata, berubah menjadi trotoar berconblok dan bersih dari sampah. Malahan di lokasi tersebut dipakai anak-anak berkumpul melatih ketrampilan bermain drum band dengan suara kencang. Lumayan untuk menghibur denok supaya tak bosan saat menunggu pesanan.
Menu kami malam ini adalah ikan kakap putih ukuran sedang yang dimasak dengan saus tiram. Ikannya bisa memilih sendiri di coolbox besar berisi ikan bawal, kakap, bandeng, nila dan gurameh. Kalau hendak memesan makanan yang bukan ikan juga tersedia, silahkan memilih antara udang, cumi, kepiting dan kerang. Supaya pikiran tetap merasa sehat karena sering menyantap hidangan non rumahan, kami memesan pula sepiring capcay goreng tidak pedas, beserta nasi putih dan jeruk panas. Jarang sekali kami minum es setelah makan, bisa jadi karena terpengaruh kebiasaan orang Jogja yang lebih suka minuman hangat daripada dingin.
Ternyata menemukan tempat makan di warung tenda yang ideal di kota Jogja lumayan sulit ya..
No comments:
Post a Comment