Tuesday, September 22, 2015

Warung Tenda Seafood Pak Timbul Yogyakarta


jogja-jajan.blogspot.com-warung-tenda-seafood-jokteng-timbul
Petang menjelang, susana Jogja malahan semakin semarak. Maklum, menjelang ulang tahun kota, wong hari biasa saja sering banget lihat atraksi budaya di Jogja. Belum lama pas nangkring malam di angkringan malah disuguhi atraksi Bregada Daeng (=prajurit keraton) sedang mengiring prosesi adat peresmian patung, lengkap dengan mbakyu-mbakyu ayu berkebaya pembawa kendi dan gunting. Ditambah lagi karnaval anak dan remaja berkostum lucu yang biasanya bergantian tiap kecamatan, bergiliran mentas di jalanan kota sambil mendorong kreasi properti yang dihias menyerupai mobil, tank, meriam, patung lan sakpiturute. Kadang kuping saya sampai panas saking seringnya dengar klonengan karawitan atau keroncongan di pendopo UNY yang sampai jam 9 malam masih belum mau senyap. Tapi yang paling berkesan buat saya adalah beberapa minggu lalu saat ketemu rombongan sapi berhias yang baru pulang dari festival pedati. Klonang kloneng bunyi genta terdengar nyaring mengiringi langkah kaki sapi-sapi berpantat gemulai. Haha.. itulah asiknya tinggal di Jogja, asal kaki berkenan melangkah keluar rumah, tiap hari bisa ketemu hiburan.

Sore ini kami mampir di warung tenda, aslinya tanpa bermaksud melanjutkan edisi war-ten the series lho ya hehehe..Kalau sudah beberapa hari tidak makan ikan kok rasanya tuh gimana gitu, badan rentek-rentek, hati terasa kosong, makan apapun di lidah ga ada yang pas. Jiaaah.. mungkin ini yang namanya ketagihan makan ikan hahahaha.. Padahal ya mung cuma ikan gitu lho. Akhirnya kami melipir ke Warung Tenda Seafood Pak Timbul. Lokasinya di Jalan Mayjen Sutoyo Jogja, sebelah baratnya pojok beteng wetan kraton. Kali terakhir saya datang kesini adalah pas saya lagi hamil denok usia kandungan tiga bulan. Baru membuka pintu & kaki belum menyentuh aspal saya sudah muntah-muntah ga karuan. Mungkin karena eneg dengan aroma masakannya dan merasa jijik melihat ada penampungan sampah warga sekitar 10 meter jaraknya dari tenda.
jogja-jajan.blogspot.com-warung-tenda-seafood-jokteng-timbul

Petang ini saya tak lagi melihat bak ukuran 1 meter persegi itu, sudah hilang rata, berubah menjadi trotoar berconblok dan bersih dari sampah. Malahan di lokasi tersebut dipakai anak-anak berkumpul melatih ketrampilan bermain drum band dengan suara kencang. Lumayan untuk menghibur denok supaya tak bosan saat menunggu pesanan.
jogja-jajan.blogspot.com-warung-tenda-seafood-jokteng-timbul

Menu kami malam ini adalah ikan kakap putih ukuran sedang yang dimasak dengan saus tiram. Ikannya bisa memilih sendiri di coolbox besar berisi ikan bawal, kakap, bandeng, nila dan gurameh. Kalau hendak memesan makanan yang bukan ikan juga tersedia, silahkan memilih antara udang, cumi, kepiting dan kerang. Supaya pikiran tetap merasa sehat karena sering menyantap hidangan non rumahan, kami memesan pula sepiring capcay goreng tidak pedas, beserta nasi putih dan jeruk panas. Jarang sekali kami minum es setelah makan, bisa jadi karena terpengaruh kebiasaan orang Jogja yang lebih suka minuman hangat daripada dingin.

jogja-jajan.blogspot.com-warung-tenda-seafood-jokteng-timbul
Tak lama capcay gorengpun datang. Sepiring berisikan sayuran dan beberapa potong udang serta cincangan cumi. Tumben si denok memilih makan nasi berlauk udang, bosan barangkali dia karena keseringan saya jejali ikan hahaha..Capcay goreng yang disajikan kurang menarik hati, warnanya pucat dan minim variasi. Isinya hanya daun sawi putih dan daun bawang dan kembang kol dan kembang kol lagi. Tak ada wortel yang sebenarnya bisa mempermanis tampilannya. Dicampur dengan 6 ekor udang kupas ukuran sedang dan cincangan cumi. Untuk rasanya juga masih jauh dari harapan. Tak ada kecap asin, tak ada sambal. Kami terpaksa meminta garam dan lada untuk menyempurnakan citarasanya. Dengan banderol harga 15 ribu seporsi, menurut saya menu ini tak layak untuk dipesan ulang jika kelak berkunjung lagi.

jogja-jajan.blogspot.com-warung-tenda-seafood-jokteng-timbul
Ikan kakap yang kami tunggu akhirnya datang. Nampak menggoda karena ukurannya cukup besar dan berdaging tebal. Dipotong menjadi beberapa bagian, kemudian digoreng dulu hingga matang baru diolah lagi dalam saus tiram. Saat mencicip, anehnya kok kami tidak bisa merasakan jejak saus tiramnya, Yang dominan malah rasa pedas dari potongan cabai rawit oranye dan kecap manis. Jangan-jangan kami salah pesan! Saat saya konfirmasikan ulang ke bapak yang memasak, ternyata jawabannya cukup mengecewakan. Jelas di menu tertulis 2 pilihan yaitu saus tiram atau asam manis, tapi ternyata bapak ini tak setetespun menggunakan saus tiram. Sebagai gantinya adalah kecap dan cabai, karena harga saus tiram mahal kilahnya. Jika demikian, sebaiknya menunya ganti saja dengan pilihan ikan kakap manis pedas alih-alih saus tiram. Meski kecewa daging ikannya cukup lumayan menghibur saya. Kenyal dan segar tanpa aroma amis. Dengan harga 60 ribu per porsi ikan ini lumayan mahal menurut saya karena terakhir makan ikan kakap segar yang digoreng dengan ukuran yang kurang lebih sama di tempat lain cukup membayar 48 ribu saja. Daftar menu yang ada di warung ini tidak mencantumkan harga jadi ada baiknya bertanya dulu estimasi harga makanan sebelum memesan. Saat kami duduk makan, ada seorang pengunjung yang nampak kaget saat diharuskan membayar tagihan olahan kepitingnya sebesar 300 ribu lebih hanya untuk makan bertiga.

Ternyata menemukan tempat makan di warung tenda yang ideal di kota Jogja lumayan sulit ya..

No comments:

Post a Comment