Jalan jalan hari minggu ini niatnya hendak sarapan soto. Bayangan
nasi soto berkuah panas dengan irisan halus kol dan soun dan tauge
dan suiran
daging ayam dengan taburan sledri cincang mendadak begitu lekat di
benak saya sejak bangun tidur tadi. Di kota Jogja ini saat pagi
hari lebih mudah menemukan penjual soto, baik yang berupa gerobak
dorong, pikulan, warung hingga rumah makan. Beberapa warung makan bahkan
sudah terlalu terkenal sehingga ruangannya penuh sesak oleh pengunjung
belum terhitung sulitnya memarkir kendaraan. Kalau istilah suami saya,
warung soto semacam Kadipiro dan pak Marto sudah berubah menjadi 'Soto
Wisata'.

Pagi ini kami meluncur menuju warung soto sapi di jalan Parangtritis.
Warung ini juga sudah nyaris bertransformasi menjadi Soto Wisata tapi
kami maklumi karena memang rasa rempah di bumbu sotonya paling terasa
dibandingkan warung-warung soto yang lainnya. Sayangnya warung yang kami
maksud ternyata tutup, sehingga kamipun meneruskan perjalanan mencari
warung lainnya.
Masih di ruas jalan yang sama, Jalan Parangtritis Yogyakarta, kami
menemukan satu warung yang sepertinya menarik untuk dicoba.
Warung Soto
Ayam Kampung Pak Wondo namanya. Lokasinya di sebelah kiri toko sepatu
Bata. Warungnya berupa bangunan berbahan bambu bercat biru, lumayan
lapang dan nampaknya cukup memberi ruang diantara pengunjung tanpa harus
berkeringat berlebihan di tengah udara Jogja yang terasa
sumuk..
Melangkahkan kaki memasuki pintu kami disambut gerobak soto yang
memajang prasasti sponsor lantai warung. Masuk lebih dalam lagi, terasa
udaranya begitu segar karena tepat di belakang warung ini terhampar
areal sawah yang luas dengan padi menghijau yang menyejukkan pandangan.
Udara segar berhembus melewati helaian daun pohon pisang dan menembus
kisi-kisi bambu sehingga membuat pengunjung betah berlama-lama menikmati
hidangan.
Daftar menu dengan tabel harga tergantung di dinding warung. Kami
memesan
Nasi Soto Campur dan sepotong sayap ayam kampung dan teh panas.
Soto Campur dan Soto Pisah hanya berbeda pada cara penyajian nasinya
saja. Pada Soto Campur, nasi akan disusun paling bawah kemudian
diatasnya diberi isian soto lalu dituangi kuah. Sedangkan Soto Pisah,
nasinya akan disajikan dalam piring terpisah.

Soto yang dijual di tempat ini menggunakan daging ayam kampung yang
sudah dibumbu bacem dan dimasak sampai lunak. Jika soto ayam biasanya menggunakan
daging ayam yang disuir halus, maka soto Pak Wondo menyajikan daging
dalam bentuk potongan yang besar-besar. Dibandingkan dengan harga soto
ayam warung lain yang biasanya berkisar 8 ribuan, maka soto Pak Wondo
tergolong mahal karena harga per mangkoknya sebesar 10 ribu rupiah. Tapi
jika melihat banyaknya isi mangkok plus ayam yang dipakai menggunakan
ayam kampung plus dagingnya berupa potongan-potongan besar maka harga 10
ribu menjadi wajar menurut pendapat saya. Mangkok yang dipakai adalah
mangkok standar rumahan, bukan jenis mangkok soto yang mungil itu.
Isinya juga cukup nendang, baik rasa maunpun kuantitasnya. Nasi setengah
mangkok ditambah soun dan tauge dan irisan kol dan sebutir pergedel
kentang dengan taburan seledri cincang dan bawang goreng. Kuahnya yang
panas dan berwarna kuning menunjukkan ciri khas soto Jogja yang berempah
dan gurih. Rasa daging ayam bacemnya yang manis memberi paduan yang
sempurna untuk semangkok soto yang sejak pagi menjadi idaman sarapan saya.


Teh manis yang kami pesan rasanya juga tergolong nas-gi-tel. Panas,
legi
alias manis yang berasal dari gula batu dan
kentel karena menggunakan seduhan daun
teh (bukan teh celup). Dengan harga 4 ribu segelas, rasa tehnya begitu
mantap dan membuat mata berbinar plus keringat yang dihasilkan sanggup
membuat badan terasa
gemregah.
Untuk harga ayam gorengnya tergolong mahal. Sepotong sayap ayam kampung
yang dimasak bacem dihargai 16 ribu. Rasanya dominan manis, dan
disajikan dingin, kemungkinan karena dimasak sejak pagi-pagi buta
sementara saya menyantapnya sekitar jam 8 pagi.
Soto ayam kampung Pak Wondo bisa menjadi alternatif pilihan jika sumpek
dengan padatnya warung soto wisata. Yang menarik buat saya di tempat ini
adalah aliran udara yang begitu segar dari area persawahan. Ini hal
istimewa yang belum pernah saya rasakan dibandingkan warung soto wisata
yang biasanya menyediakan kipas-kipas angin besar. Lokasi warung mudah
dicari dan area parkir tersedia cukup luas di halaman toko sepatu Bata...
No comments:
Post a Comment