Kali ini kaki kami semampir di kedai pinggiran jalan, Kay Ramen namanya. Hanya berjarak 1 kios saja dari kedai Sagan Dak Galbi yang waktu itu sudah pernah saya ulas disini. Berlokasi di seberang Galeria Mall tepatnya di area bekas kantong parkiran perempatan Jalan Solo - Sudirman. Kiosnya tak terlalu besar tapi nampak paling ramai pengunjung.
Mengikuti intuisi seperti biasanya, kali ini kami ikutan nimbrung disana. Tempat ini dihiasi dekorasi ala Jepang dengan lampion dan tulisan-tulisan yang tak bisa saya mengerti artinya. Kursi yang disediakan juga tinggi, mengingat keamanannya jenis kursi ini kurang cocok dipakai oleh anak balita kami. Karena alasan itu jugalah maka kami memilih kursi di dalam ruangan dan mepet ke tembok meski sebenarnya duduk di teras akan terasa jauh lebih menyenangkan.
Karena sudah lewat jam makan malam maka kami hanya memesan makanan yang tergolong ringan. Jangan diketawain ya, tapi sushi masih termasuk ringan untuk ukuran saya hehehe. Jadilah seporsi sushi Beef Katsu Roll menemani icip icip saya sedangkan misua memilih yang berkuah segar, Ramen Muneh Teriyaki Shoyu. Untuk minumannya misua bertanya apakah bisa memesan ocha hangat karena semua pilihan ocha tersaji dingin, dan ternyata bisa dengan cara "Dihangatkan terlebih dahulu", kata mereka.Okelah, sambil menunggu saya melihat-lihat sekeliling ruangan.
Pengunjungnya cukup padat, semuanya anak-anak muda. Beberapa datang bersama pasangan atau sahabatnya dan ada juga yang sendirian saja. Dinding di dekat kami berupa partisi yang dilapisi bilah papan kayu tipis, itupun corak kayunya nyaris tak nampak lagi karena tertutup oleh tempelan kertas berisi kesan-kesan pengunjung yang pernah datang kemari. Didepan kami ada dapur berisi 3 orang crew yang sibuk berkutat dengan makanan. Seorang sedang membentuk nasi berlapis nori berbentuk segitiga, yang lain sibuk dengan wajan yang mengepulkan asap masakan. Kasir duduk manis di dekat mesin cash register sedangkan seorang waitress mondar mandir kesana kemari melayani pelanggan.
Sungguh sayang, sejak kami duduk tegangan listriknya byar pet padahal tetangga kios samping kiri kanan tidak oglangan. Berkali kali lampu-lampu padam tanpa sempat dihitung lagi saking seringnya sampai akhirnya lampu dapur dimatikan dan crew bekerja dalam remang malam. Ditambah lagi dengan banjir waria yang mengamen bergantian. Rupanya usia yang tak lagi belia tak menghalangi hasrat mereka mencentili pengunjung pria muda. Untung suami saya meskipun hatinya gembira namun sebab dikaruniai muka berekspresi bete menyebabkan tak ada waria yang berani mencoleknya.
Selang sebentar sejak menyerahkan menu pesanan, ramen pun diantarkan. Hadir dalam mangkok merah, ramennya berkuah bening dengan rebusan pakcoy dan irisan daun bawang dan serutan wortel dan pipilan jagung manis dan sepotong katsu dan setengah butir telor rebus. Tiba-tiba saya teringat gambar telur rebus Jepang yang konon kabarnya dimarinate semalaman. Pasti akan cantik sekali jika telurnya dibuat seperti telur rebus ala jepang, atau setidaknya mirip seperti telur seribu tahun yang biasanya disajikan dalam bubur ayam restoran cina. Dengan harga 19 ribu semangkok rasa kuah ramennya cukup menyegarkan, meski dimasak tanpa mirin sama sekali.
Lama berselang, kala makanan sudah tandas dimeja, ocha kami tak kunjung datang. Bolak balik saya nanya ke waitress jawabnya hanya "bersabar, sedang disiapkan". Lha, bukannya crew ada 3 ya? Lagian bikin ocha kan ga seribet ngegulung sushi? Jangan-jangan mas crew lupa pada pesanan kami. Akhirnya saya datangi kitchen mereka dan jreng... sepertinya memang mereka lupa. Buru-buru ocha dituang ke dalam panci dan dipanaskan sebentar di atas kompor supaya menjadi ocha hangat seperti pesanan kami. Duh. kalau begini gimana perasaan pembeli yang kepedasan menunggu minuman karena kebanyakan makan pakai wasabi? Wah sepertinya sederetan tempat makan di sini memang kurang cocok dengan ekspektasi kami. Ochanya kuang kental, dan wasabi tak menyengat, malah rasanya lebih pedasan bubuk cabe mie instan yang dijual di pasaran. Pelayananpun kurang memuaskan, tak ada permintaan maaf, bahkan tak merasa salah karena lupa pesanan pembeli. Balik lagi, namanya juga gerai jepang-jepangan hehehehe..
"Barangkali mereka lelah..", cuma itu komentar singkat suami saya.
No comments:
Post a Comment