Tuesday, November 17, 2015

Warung Bu Ageng Tirtodipuran Jogja


jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran
Sekian lama undur dari dunia maya selepas jam kerja, kini waktunya mengumpulkan tenaga untuk mengisi blog saya. Banyak tempat yang sudah kami singgahi, mencicipi makanan disana sini, tapi apa daya waktu saya habis tersita untuk urusan rumah tangga dan kerja.
jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran

Kali ini saya akan bercerita tentang sebuah tempat makan yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumah kami namun malah baru sempat kami kunjungi baru-baru ini. Warung Bu Ageng, milik istri seniman Butet Kartaredjasa. Berlokasi di jalan Tirtodipuran Yogyakarta, tempat ini mudah untuk ditemukan. Pendiri Facebook, mas Mark Z, bahkan sempat makan siang di sini kala berkunjung ke Jogja beberapa bulan yang lalu.

 

jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran

Restoran ini sudah agak lama berdiri, seingat saya sekitar tahun 2011-2012. Saat itu suami masih mengelola hotel dan jika sedang berdinas menjadi receptionist, tamu wisman yang minta referensi tempat makan lokal, pasti dirujuk ke Warung Bu Ageng. Dari luar penampakan warung ini agak eksklusif dimata saya, sempat terpikir jangan-jangan pricelist nya pakai dolar. Gojag gajeg beberapa kali sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkan masuk ke warung ini. Apa yang sebelumnya terbayang di benak saya ternyata sama sekali berbeda dengan kenyataannya.

Kami datang sudah hampir senja, meski demikian parkiran di depan Warung Bu Ageng sudah penuh, akhirnya kami parkir di pekarangan kosong di seberang jalan. Kami masuk melalui regol dengan beberapa anak tangga. Begitu kaki menginjak bagian dalam, dominasi bahan kayu dalam nuansa etnik Jawa langsung terasa. Semua detail kayu dikerjakan dengan hati-hati. Meja dan kursi dari kayu, bahkan interior toilet pun dibuat sangat menarik. Atapnya tinggi menjulang sehingga sirkulasi udara terasa sejuk meski tanpa pendingin udara, apalagi ditambah rimbun daun dari pepohonan di sekitar area makan. 

jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran-jogja

Saat menunduk, eh lantainya pun sengaja dibuat kuno. Alih-alih menggunakan keramik seperti layaknya restoran biasa, lantainya terbuat dari semen yang diaci tua sehingga kesan rumah Jawa jaman dulu kembali terbayang di benak saya. Suami saya mengatakan bahwa teknik membuat lantai ini tergolong sulit, tidak sembarang tukang bisa menghasilkan corak semen yang khas, namun permukaannya sangat halus dan mengkilat seolah sudah dibuat sejak puluhan tahun yang lalu. Bagi saya yang awam tentang bangunan, lantai ini lebih mirip marmer, tapi terbuat dari semen, karena permukaannya sangat halus dan bermotif.
jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran

jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran

Di bagian samping area duduk, terdapat taman kecil dengan sumur tua yang tetap dipertahankan keberadaannya. Di ujung ruangan terdapat dinding kayu yang diberi foto-foto para tokoh dan seniman, mungkin ini koleksi pribadi keluarga pak Butet yang direpro dan dijadikan hiasan sekaligus kenangan karena mereka semua sudah meninggal. Saya hanya mengenal beberapa dari mereka, tapi yang paling saya ingat cuma Tino Sidin, mbok Berek jaman masih muda dan Bagong Kussudiardja. Dekat dengan pintu masuk ada lemari kaca dari kayu yang berisi souvenir berupa T-shirt Butet yang menggawangi acara TV swasta Sentilan Sentilun.

jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran

Ada yang unik dalam menu makanan ini.  Nasi Campur adalah sepiring nasi putih yang disajikan bersama abon ikan tuna dan areh, keripik kentang yang krispi (di rumah saya menyebutnya kering kentang), krupuk legendar (atau karak), sambal Kutai dan lauk sesuai selera kita. 

jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran
jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran

Untuk makan malam kami memesan teh nasgitel dengan gula batu yang disajikan dalam teko blirik. Kembali saya teringat masa kecil dulu jaman simbah dan siwo masih sugeng karena peralatan makan mereka mirip seperti ini. Bedanya hanya gelas di Warung Bu Ageng menggunakan gelas beling sedang simbah dulu memakai cangkir kecil bermotif blirik sama seperti tekonya. Tak lama makananpun datang. Saya memesan Nasi Campur Lele Njingkrung dan suami saya Nasi Campur Lidah.

jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran

Perpaduan citarasa Jawa yang manis dan gurih dengan racikan bumbu Kalimantan yang pedas ternyata menghasilkan sensasi yang baru bagi lidah saya.Rasa abon tunanya mantap, rasa abon yang cenderung manis begitu dikombinasikan dengan sambal Kutai sungguh sensasional. Ditambah lagi dengan suapan areh santan yang gurih dan potongan kering kentang yang crispy dan manis. Wuiih, kombinasi rasanya sulit untuk saya ceritakan disini. Ada hal kecil yang menurut saya membuat tambah greget, yaitu ikan teri kapas yang digoreng kering dan petai. Sepele, tapi sudah lama sekali saya tidak makan ikan teri model yang ini. Petai, meskipun tidak saya makan, namun aromanya mampu membuat sambal Kutai menjadi lebih bercitarasa meski hanya ada 2 atau tiga potong saja. Pada akhirnya lele goreng beraroma bakar yang seharusnya menjadi lauk utama malah hampir tidak tersentuh. Kekenyangan, saya malah tidak mencicipi lidah yang menjadi lauk utama menu pilihan suami saya. Meski demikian, saya jamin rasa bumbu dan masakannya pasti sama enaknya.
jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran

Banyak hal di tempat ini yang mengingatkan masa kecil saya. Kerupuk Legendar contohnya. Dulu siwo Mirah (budhe) saya sering membuat kerupuk ini. Samar-samar saya masih ingat caranya. Nasi sisa semalam dikukus bersama bleng kemudian ditumbuk pakai lumpang watu. Setelah halus kemudian digulung dan dipadatkan. begitu mulai dingin, dipotong tipis-tipis kemudian dijemur. Suasana makan malam sambil merasakan hembusan angin dan desiran daun di samping meja juga membuat saya serasa sedang makan malam di rumah budhe. Sepertinya saya terbawa suasana, barangkali karena citarasa masakannya berbeda, dan kami duduk makan dalam suasana yang ayem tentrem tanpa gangguan apapun.

Ah, saya jadi kangen siwo.. 



jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran
jogja-jajan.blogspot.com-warung-bu-ageng-tirtodipuran
Makan di rumah budhe tidak akan semahal makan di Warung Bu Ageng, bahkan gratis. Kalau dipikir-pikir sebenarnya agak lucu juga bahwa kami memakan makanan rumahan dengan harga turis di tempat yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari rumah kami. Tapi atmosfer lain yang kami temukan di Warung Bu Ageng sulit untuk ditemukan di tempat yang lain. Percayalah....

No comments:

Post a Comment