SAGAN DAK GALBI
"Dak Galbi, apaan itu ya?" Itulah pertanyaan yang
selalu hinggap di kepala saya tiap kali belok kanan ke daerah
Sagan. Biasanya hampir tiap 2 minggu sekali saya pasti ke daerah
Sagan buat belikan maem-nya Tiko, si miniature pinscher
kesayangan. Sagan Dak Galbi berada di urutan pertama dari
sederetan tempat makan yang berupa depot/tenda semi permanen.
Tapi sepertinya tempat itu hanya buka dari sore sampai malam
karena selama ini setiap saya lirik kok lebih sering tutup
daripada buka. Alhasil kami masih belum kesampaian untuk
ber-nyoman disana. Apa itu nyoman? Bagi orang Jogja, nyoman bisa mempunyai beberapa arti, salah satunya : nyoba mangan.
Pada akhirnya kesempatan itu datang juga. Lapar
setelah fisioterapi menuntut untuk ditambani. Pas udah duduk dan
melihat dekorasinya barulah ngeh saya, Sagan Dak Galbi rupanya
adalah tempat makan bercita rasa Korea. Maklum saya bukan
penggemar fanatik K-Pop, baik musik, film, fashion ataupun
makanannya. Sagan itu sendiri adalah nama wilayah di utara RS
Bethesda Yogya. Dak berarti daging ayam dan Galbi kurang lebih
berarti cara memasaknya. Jadi kalau saya terjemahkan secara
bebas mungkin kurang lebih artinya menjadi makanan khas Korea
yang terdiri dari daging ayam dan berbagai macam sayuran yang
dimasak dengan bumbu khas sehingga menghasilkan rasa yang enak,
pedas, manis dan gurih, cmiiw..
Lokasi depot Sagan Dak Galbi terletak di perempatan jalan protokol, persimpangan antara Galeria Mall, RS Bethesda dan shopping centre Jalan Solo. Dahulu tempat ini merupakan lahan parkir, tapi lama kelamaan malah berkembang jadi semacam foodcourt dengan berbagai macam booth. Berderet deret tenda menyajikan beraneka menu Indonesia, Jepang & Korea. Pemandangannya lumayan menyenangkan, cukup mendapat terang dari imbas sorot lampu mall tapi relatif sunyi dari deru mesin kendaraan. Percakapan ringan dilakukan dengan volume normal tanpa harus bersaing dengan bising jalanan.
Lokasi depot Sagan Dak Galbi terletak di perempatan jalan protokol, persimpangan antara Galeria Mall, RS Bethesda dan shopping centre Jalan Solo. Dahulu tempat ini merupakan lahan parkir, tapi lama kelamaan malah berkembang jadi semacam foodcourt dengan berbagai macam booth. Berderet deret tenda menyajikan beraneka menu Indonesia, Jepang & Korea. Pemandangannya lumayan menyenangkan, cukup mendapat terang dari imbas sorot lampu mall tapi relatif sunyi dari deru mesin kendaraan. Percakapan ringan dilakukan dengan volume normal tanpa harus bersaing dengan bising jalanan.
Kali ini kami memesan Energy Ramen dan Sogogi
Champong.
Demi si denok, saya memesan makanan yang tidak pedas, dan Energy
Ramen menjadi pilihan yang pas. Dari deskripsinya, ini adalah mi
ramen berkuah gurih dengan isian sayuran, telor dan irisan
daging sapi. Sayangnya saat dihadirkan, telornya tidak
kelihatan, daging sapinya menggunakan bagian tetelan dan
sayurannya hanya serupa hiasan. Tampilannya pucat & kurang
warna, hanya ada sedikit oranye dari serutan wortel, tauge dan
Zuccini yang dirajang. Sogogi Champong kurang lebih sama, mi
kuah yang berwarna lebih merah dari ramen saya karena rasanya
memang pedas. Daging sapinya juga menggunakan bagian tetelan dan
sayurannya sama persis dengan mie ramen. Berikutnya kami memesan
Hemoul Pajeon yang dimaksudkan sebagai cemilan ringan. Menu ini
sendiri diterjemahkan oleh depot ini sebagai martabak Korea.
Bentuknya bulat dengan isian cincangan seafood,
tapi pada kenyataannya hanya memakai cumi daripada hasil laut
lainnya. Martabak ini dimasak bersama telur bercampur terigu dan
disajikan bersama saus tomat. Saat kami cicipi, rasanya masih
belum memuaskan. Seandainya martabak dimasak hingga matang
sempurna pasti akan lebih lezat, namun sayangnya sang koki
sepertinya terburu-buru sehingga tepungnya masih terasa.
No comments:
Post a Comment