Friday, October 2, 2015

KRING KRONG, angkringan nggo nongkrong

Sejak beberapa tahun terakhir ini ruas Jalan Damai di desa Mudal Sleman semakin nyata mengukuhkan identitasnya sebagai pusat kulineri yang patut diperhitungkan para food lover Jogjakarta. Pertumbuhan tempat makan di sini sungguh pesat, entah itu tenda, warung, mauoun restoran ternama. Ada juga sih beberapa restoran yang pada akhirnya gulung tikar setelah sekian tahun mencoba peruntungan, tapi hal itu tak menyurutkan minat para investor bidang kuliner untuk membuka gerai di daerah ini.

Salah satu tempat yang pada akhirnya kami kunjungi adalah Kring Krong ini. Tertarik dengan penamaannya yang menggelitik, akhirnya kamipun menyempatkan mampir setelah biasanya hanya kami lewati begitu saja. Dalam remang malam, warna kuning cerah billboard penunjuk lokasi sudah nampak jelas dari kejauhan. Untuk membuktikan bahwa slogannya sesuai dengan kenyataan, angkringan nggo nongkrong, maka kamipun menepi sejenak.

Kring Krong berada persis di tepi jalan Damai, dengan areal parkir yang luas dan memanjang. Konsep tempatnya dibuat menyerupai foodcourt dengan gerai-gerai makanan yang ditata membentuk huruf L. Di bagian depan kiri dan kanan, mengapit halaman, berdiri 2 gerai. Satu gerai bernama Mini Tabanana Bar, menyajikan makanan dan minuman berbahan dasar pisang. Gerai yang satu lagi adalah Monalisa Burger, yang sesuai dengan namanya, menyediakan beraneka macam burger dengan harga mulai dari 10 ribu rupiah. Dibelakang Monalisa Burger, terdapat meja dan kursi untuk duduk para pengunjung, menyatu dalam rangkaian panjang dengan gerobak angkringan milik Tante Susi. Angkringan inilah yang menjadi nyawa dari tempat ini. Bagi yang belum tahu apa angkringan itu, angkringan adalah semacam warung tenda sederhana yang menjual nasi dalam porsi kecil (sega kucing) dan minuman hangat. Di bagian belakang, berjejer beberapa gerai makanan yang menjual sate, tahu, nasi goreng, mie, gudeg dan lain sebagainya. Bagian tengah Kring Krong berupa halaman terbuka yang luas dan dihiasi 2 buah ayunan untuk anak-anak dan sebuah layar lebar yang saat itu menampilkan acara sebuah televisi swasta nasional.


Saat kami datang rupanya sebuah pesta ulang tahun anak-anak baru saja usai. Suasana ruang duduk masih sepi karena mayoritas pengunjung dewasa sore itu adalah para pengantar peserta pesta. Saat kami datang makanan masih cukup banyak yang terhidang. Semua makanan ditata diatas gerobak. Nasi bungkusnya sudah tidak mirip sega kucing karena dibungkus memakai kertas coklat alih-alih dibungkus daun pisang. Pilihan nasi bungkusnya standar seperti angkringan yang lain, oseng tempe atau usus atau kikil atau teri atau jamur. Disebelah gerobak nasi, terdapat meja panjang berisi lauk pauk yang disimpan dalam plastik tertutup. Isinya antara lain gorengan bakwan, tempe tepung, sate udang, sate telur puyuh, sate sosis, sate bakso, ceker bacem, ampela bacem, sate usus dan masih banyak lagi. Disamping meja lauk terdapat meja kasir Kring Krong. Semua pembelian baik di angkringan maupun di tenant pembayarannya terpusat di meja kasir ini.


Untuk menu angkringan tak ada yang istimewa, dimana-mana sega kucing tersaji dingin. Sega kucing yang isi teri baunya amis sekali, yang kikil lumayan tertolong karena pedas, yang oseng tempe cenderung terlalu manis dan yang oseng usus kurang rasa asin. Saat kami makan dan mengobrol, layar lebar mulai dinyalakan. Gambarnya masih belum terlalu jelas karena banyak anak-anak berkerumun di depan proyektornya, bermain bayangan jari di layar lebar. Mainan ayunannya cukup menghibur karena ada dua jadi tidak berebutan dengan anak yang lain. Di dekat kami ada area lesehan berlantai keramik dan dibatasi oleh kolam ikan kecil.


Bosan di angkringan, kamipun beranjak ke Mini Tabanana Bar. Dari luar bangunannya cukup menarik dan nampak bersih, dengan desain berwarna kayu ditambah lampunya yang terang benderang. Meja di mini bar ini diberi hiasan pisang kecil-kceil yang terbuat dari plastik. Hidangan yang ditawarkan antara lain pisang goreng alias banana crispy, smoothies pisang dan banana pop. Si denok menunjuk gambar Banana Pop seperti yang biasa saya buatkan untuk bekalnya sekolah. Menggunakan setengah pisang cavendish, banana pop tampil dalam balutan coklat berhiaskan biscuit warna-warni. Perlu waktu agak lama menunggunya, sejak melelehkan coklat, menghiasnya hingga menaruhnya di kulkas supaya agak mengeras. Barangkali kami adalah first customer di malam itu.


Satu hal yang sangat mengganggu saat duduk disini adalah aroma sampah yang tertiup angin hingga ke dalam ruangan. Rupanya di belakang mini bar ini, tepatnya di bawah layar lebar, terdapat bak sampah terbuka yang beraroma menyengat karena sudah beberapa hari tidak dibuang. Sungguh sayang karena selain mengganggu pandangan juga mengganggu penciuman, dan juga berpotensi mengganggu pendapatan tenant.